SIDIKALANG, DAIRI (GTN) - Putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Johannes Edison Haholongan SH, memutus perkara dengan nomor 16/PidB/2022/PN.Sdk, terdakwa Felix Sihombing alias Tito Sihombing (21) bersalah, telah melakukan pengrusakan kaca rumah pelapor, Satjan Sihombing (Bapatua-red) dan dihukum selama 4 bulan penjara.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana, dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) KUHP," demikian Obi Jona Agung Malau SH, penasehat hukum terdakwa Felix Sihombing menirukan putusan Hakim, Kamis (12/5/2022), dalam sidang online, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Sidikalang.
Hukuman 4 bulan penjara memang sudah ringan atau hanya seperempat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama 1 tahun.
Namum, putusan itu sangat mencederai rasa keadilan, sebab, fakta-fakta yang muncul di persidangan dari semua saksi, sebanyak 8 orang dengan jelas menyatakan, bahwa tidak ada satupun saksi termasuk saksi pelapor, menyatakan melihat terdakwa Felix melakukan pengrusakan.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim yang mulia, yang memutus perkara Felix. Dari diskusi dengan keluarga, Kita akan banding," ujar Jona.
Jona menambahkan, dalam pledoi (pembelaan-red), sesuai Pasal 185 ayat (1) KUHAP telah mengatur bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan.
Hal ini berarti bahwa hanya keterangan-keterangan yang disampaikan di depan persidangan saja yang sah sebagai alat bukti dan merupakan fakta hukum yang dapat digunakan oleh Hakim sebagai pertimbangan dalam putusannya.
Haposan Sihombing, abang kandung Satjan Sihombing atau bapatua terdakwa Felix Sihombing.
"JPU menghadirkan 8 orang saksi, Satjan Sihombing, Roy Surbakti, Japolman Sihombing, Melati Sigalinggingdan Haposan Sihombing. Tiga diantaranya, 1 saksi ahli dari Dinas PUTR Dairi, Alfred Nduru ST dan 2 orang saksi verbalisan dari penyidik Polri, Johan Togap Banuarea SH dan Ricky Lumbangaol. Dari 8 orang saksi yang diajukan Rekan Jaksa Penuntut Umum selain saksi Satjan Sihombing tidak ada satupun saksi yang melihat dan atau mendengar terdakwa melakukan pengerusakan kaca jendela rumah milik Satjan Sihombing," urai Jona.
Jona dalam pledoi dengan tegas menyatakan bahwa keterangan saksi yang terdapat dalam risalah tuntutan JPU sebagian besar merupakan bentuk khayalan dan imajinasi dari JPU, padahal keterangan saksi yang memiliki kualitas pembuktian adalah keterangan saksi Roy Surbakti yang menerangangkan saksi mengatakan kenal dengan terdakwa Felix Sihombing akan tetapi kurang tahu namanya.
Saksi Roy juga mengatakan tidak melihat terdakwa melakukan pengerusakan dan pada saat kejadian. Ia tidak ada melihat pecahan kaca karena kondisi sudah malam hari dan baru besoknya, ia melihat adanya kaca serta saksi menerangkan setelah melerai keributan kemudian pergi dari lokasi peristiwa tersebut.
"Semua fakta persidangan inilah harusnya jadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara," jelas Jona.
Advokat muda putra Desa Kalang Baru Sidikalang itu, dalam analisa yuridis dari fakta persidangan sebagaimana tuntutan yang dibacakan pada hari Senin tanggal 9 Mei 2022, JPU telah berkeyakinan apabila terdakwa Felix telah terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana dakwaan alternatif, dengan unsur “Barangsiapa” dan unsur “Dengan sengaja dan dengan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”.
"Bahwa adalah terburu-buru (sumir-red) dan gegabah saudara JPU mengkualifikasikan unsur barangsiapa adalah Terdakwa Felix Sihombing tanpa terlebih dahulu menguraikan dan membuktikan unsur-unsur lain dalam pasal ini. Adalah sangat tepat dan cerdas apabila JPU sebelum menyimpulkan apakah terdakwa bersalah atau tidak, terlebih dahulu haruslah dibuktikan unsur-unsur yang lain," imbuhnya.
Jelasnya lagi, unsur barangsiapa adalah tidak penting dijadikan alasan bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebelum unsur lain dapat dibuktikan secara cerdas dan akurat, oleh karena unsur barang siapa dalam pengertian pidana hanya syarat formil agar terpenuhi adanya subjek hukum dalam peristiwa pidana.
"Sangatlah jelas JPU hanya memenuhi target dan prosedur guna menjerat terdakwa dalam pasal melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang terdakwa sendiri tidak tahu apa yang terdakwa telah lakukan menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan terhadap barang apa dan milik siapa," terangnya
Untuk diketahui, dakwaan JPU dalam perkara nomor 16/PidB/2022/PN.Sdk, yaitu Dakwaan Kesatu, Pasal 170 Ayat (1) KUHP menyatakan “ Barang siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, maka di hukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan” dan atau Dakwaan Kedua, Dakwaan KEDUA, Pasal 406 Ayat (1) menyatakan “ Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak banyaknya Rp. 4.500,-
Jona dengan tegas mengatakan akan melaporkan penyidik perkara ini (polsek Sidikalang) ke Propam Polda Sumut.
"Demi terangnya kasus ini, kami akan membuat laporan ke Propam Polda Sumut bagi penyidik yang menangani perkara ini," imbuhnya
Japolman Sihombing yang juga orangtua Felix mengatakan keberatan atas putusan hakim, sebab, semua dakwaan JPU dan juga berita acara pemeriksaan yang dibuat penyidik Kepolisian Polsek Sidikalang, adalah tidak benar
"Saya tidak terima putusan itu. Saya tau anak saya tidak bersalah. Kami dizolimi. Banding dengan putusan Hakim," jelasnya.
Sebelumnya Haposan Sihombing, abang kandung pelapor Satjan Sihombing yang merupakan bapatua terdakwa Felix mengatakan bahwa asal mula pangkal perkara tersebut adalah dirinya.
"Dikepolisian saya yang dipanggil sebagai saksi yang pertama," ujar Haposan.
Haposan menuturkan kronologis awal masalah antara ia dan pelapor.
"Awalnya sayalah lawan Satjan bertengkar. Setelah kami bertengkar karena hal-hal yang mengenai harta warisan, dia bertekak bahwa tanah itu (rumah milik Satjan) punyanya. Lantaran saya siabangan, saya menyangkal pendapat dia itu, makanya terjadi kemelut. Kasus ini sudah lama, dua tahun lebih. setelah itu, ia melapor ke polisi dan saya dipanggil menjadi saksi," beber Haposan.
Ketika dipanggil polisi (Polsek Sidikalang), saya menyangkal semua tuduhan pelapor.
"Kepada penyidik polisi saya katakan bahwa hal itu masalah keluarga. Itulahlah pemeriksan polisi dan pada waktu itu, dan saya tidak ada menanda tangani berita acara pemeriksan. Nyata-nyatanya dan entah bagaimana kejadiannya, sesudah dua tahun lebih, tiba-tiba polisi datang untuk menekankan berkas, maka kasus ini naik ke kejaksaan," ujar Haposan.
Haposapun bertanya-tanya dalam dirinya.
"Jika memang dari awal anak saya (Felix-red) dituduh menjadi pelaku pengrusakan sesuai laporan, kenapa tidak ditahan? Jadi sayapun bigung. Yang ditahan jadi tersangka, anak adik saya dan pelapor juga adik saya. Dalam kasus ini semua dalam lingkup keluarga," keluhnya.
Dengan kerendahan hati, Haposan meminta kepada hakim agar mengadili perkara dengan seadil-adilnya.
"Saya mohon kepada hakim yang mulia sebagai pengganti Tuhan, agar mengadili perkara ini sebenar-benarnya. Saya bersedih melihat anak saya ditahan. Cukup banyak penderitaanlah bagi keluarga atas ulah adik saya ini (pelapor-red)," sebutnya dengan sedih.(YMs)