JAKARTA (GTN) - Merawat ideologi negara sebagai penyelamatan dan perlindungan rakyat, sebagai salah satu aspek fundamental yang menjamin keberlangsungan suatu Bangsa dan Negara adalah jaminan keberadaan dan perlindungan atas konsensus bersama yang berupa ideologi negara / bangsa itu sendiri. Tanpa adanya ideologi hidup bersama, suatu negara tersebut akan runtuh dan bubar.
Pancasila berkedudukan sebagai ideologi nasional dan dasar negara bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila diyakini oleh para ahli, pejabat serta negarawan di Indonesia maupun dunia sebagai latar / alasan kemampuan Indonesia tetap bertahan (survive) sampai saat ini. Tanpa ideologi Pancasila yang melekat di tubuh Indonesia, niscaya Indonesia sudah sejak lama bubar.
Kompetisi antar negara saat ini bukan lagi berperang secara konvensional melalui kekuatan senjata militer, melainkan dengan senjata ideologi. Sampai saat ini negara yang telah dan sedang mengalami malapetaka kehancuran bahkan keruntuhan adalah negara-negara yang diserang secara ideologi. Hampir semua negara yang mengalami kehancuran bahkan keruntuhan adalah negara yang Ideologinya tak mampu menghadapi kedatangan / serangan ideologi lain yang umumnya datang dari luar.
Maka dari itu, siapapun penghuni dan merasa bagian dari negara bangsa Indonesia wajib menyadari untuk selalu memiliki dan menjaga ideologi Pancasila. Bahkan setiap warga dunia harus menghormati kedaulatan Indonesia yang berpancasila.
GKP & GDD Dalam Perlawanan Terhadap Pengancam Ideologi Pancasila
Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP) dan Gerakan Daulat Desa (GDD) sebuah organisasi yang lahir dari dorongan semangat kesadaran dan kepedulian untuk melindungi dan memberi kepastian kelangsungan keberadaan ideologi Pancasila sebagai jaminan kelangsungan negara bangsa Indonesia yang kokoh dan berjaya selamanya. Korupsi diyakini merupakan sumber utama ancaman terhadap ideologi Pancasila, namun disamping hal tersebut, GKP dan GDD secara khsusus juga telah melihat dan mencatat aneka ancaman hadir melalui keberadaan sejumlah ormas tertentu di Indonesia. Ormas yang keberadaannya mengancam keberadaan ideologi Pancasila ini cenderung muncul baik dalam wujud semangat identitas kelompok kesukuan maupun kelompok keagamaan, dengan “bersembunyi di balik demokrasi.”
GKP dan GDD terdiri dari sekumpulan sosok yang memiliki kepentingan politik berbangsa dan bernegara, dimana selain melawan koruptor, selalu hadir mengawal tiap Pemillu, Pileg, maupun Pilkada dengan mengkampanyekan dan mengajak masyarakat untuk menolak politik uang, menolak golput, menolak ujaran kebencian termasuk menolak penggunaan predikat “Cebong / Kampret”, serta menolak hoax, fitnah, dan sebagainya melalui aki-aksi turun ke jalan maupun berbagai seminar, dialog publik serta aktif di kegiatan-kegiatan media sosial (media online). Penulis selaku Wakil Ketua GKP yang sekaligus juga merupakan anggota presidium (pendiri) GDD, telah menyerukan melalui tulisan yang tersebar di berbagai media juga pada akun FB penulis, yang pada intinya menuntut pemerintah melalui Kapolri dan Panglima TNI untuk berada pada fungsinya sesuai konstitusi dalam melindungi negara dari ancaman keamanan dan kedaulatannya menghadapi ormas yang telah mengancam ketertiban masyarakat sekaligus mengancam ideologi Pancasila.
GKP dan GDD Mendukung Penetapan FPI Sebagai Ormas Terlarang
Pada tanggal 30 Desember 2020 lalu, pemerintah melalui enam orang pejabatnya telah mengeluarkan ketetapan tentang Pelarangan FPI yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tinggi yang bernomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Menurut catatan, terdapat sejumlah fakta yang menurut penulis sangat tepat dijadikan latar belakang SKB tersebut di atas, yaitu:
Sekalipun para pengurus FPI ini bersepakat untuk membentuk organisasi baru misalnya dengan nama akronim yang sama tetapi berbeda nama sekalipun, penulis berkeyakinan bahwa pemerintah telah memiliki catatan tentang sumber dan aliran pendanaan ormas FPI. Pemerintah tentu dapat mendeteksi sumber dan aliran pendanaan organisasi yang baru dibentuk oleh orang-orang yang sebelumnya menjadi personel pengurus ormas tersebut. Disisi lain, apabila organisasi baru itu sendiri melakukan perbuatan melawan hukum, tentulah akan kembali berhadapan dengan negara (pemerintah cq).
Politik Hukum Pembubaran Ormas Telah Berlangsung Lama
Politik dan hukum berhubungan secara interdeterminan sebab politik tanpa hukum akan zalim, dan hukum tanpa pengawalan politik akan lumpuh. Politik pembubaran ormas telah berlangsung lama di Indonesia, hal ini sudah berlangsung sejak era Presiden Soekarno.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan merupakan salah satu langkah pemerintah untuk membubarkan ormas yang kegiatannya bertentangan dengan Pancasila. Undang-Undang ini berawal dari dibentuknya Perppu oleh pemerintah yang kemudian disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang, melihat bahwasanya undang-undang yang ada sudah tidak lagi memadai. Aturan-aturan dalam Perppu tersebut sangat kontras dengan undang-undang sebelumnya, dimana pemerintah dapat membubarkan ormas dengan lebih cepat tanpa proses peradilan dahulu.
Setelah dicabut status badan hukumnya, ormas yang merasa keberatan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Lahirnya UU No. 16 Tahun 2017 tidak lepas dari diterbitkannya Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perppu tersebut muncul sebagai respon pemerintah terhadap keberadaan Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Kewaspadaan & Optimisme Kelangsungan Indonesia Dengan Ideologi Pancasila
Pasca diterbitkannya penetapan FPI sebagai ormas terlarang pada 30 Desember 2020 lalu, dunia internasional ikut menyoroti SKB 6 Pejabat Tinggi tersebut dengan sangat antusias. Pada umumnya, media-media internasional dan para petinggi di berbagai negara/organisasi di dunia menerbitkan tulisan atau pernyataan yang tidak berseberangan dengan SKB penetapan tersebut.
Menurut penulis, penerbitan SKB 6 Pejabat Tinggi Negara tentang penetapan FPI sebgai ormas terlarang menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjamin kehadiran negara dalam menjaga ancaman atas Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, sekaligus sebagai Jaminan atas Martabat Presiden dan Wakil Presiden (Republik Indonesia) sebagaimana dimaksud oleh undang-undang. Penulis telah melihat banyak rakyat yang merasa lega dan nyaman atas penetapan FPI sebagai ormas terlarang. GKP & GDD memiliki optimisme atas kekokohan ideologi Pancasila dan sekaligus optimisme terhadap keberlangsungan dan kejayaan Indonesia.
Bahwa Penetapan FPI sebagai ormas terlarang merupakan jawaban langsung atas tuntutan yang disampaikan terbuka oleh GKP & GDD. Hal ini telah memberikan semangat bagi GKP dan GDD dalam memperjuangkan niai-nilai yang diusung dalam visi dan misinya. (LS)